Status Admin : Offline


Tingkatkan Kualitas Guru dan Pendidikan !

Guru adalah sebuah profesi yang sangat mulia, kehadiran guru bagi peserta didik ibarat sebuah lilin yang menjadi penerang tanpa batas tanpa membedakan siapa yang diterangi nya demikian pula terhadap peserta didik. Tetapi, dalam mengemban amanah sebagai seorang guru, perlu kiranya tampil sebagai sosok profesional. Sosok yang memiliki ilmu pengetahuan dan wawasan, sosok yang dapat memberi contoh teladan dan sosok yang selalu berusaha untuk maju, terdepan dan mengembangkan diri untuk mendapatkan inovasi yang bermanfaat sebagai bahan pengajaran kepada anak didik.Peran guru sebagai tenaga pendidik tidak hanya berhenti sebagai pemegang tonggak peradaban saja, melainkan juga sebagai rahim peradaban bagi kemajuan zaman. Karena dialah sosok yang berperan aktif dalam pentransferan ilmu dan pengetahuan bagi anak didiknya untuk dijadikan bekal yang sangat vital bagi dirinya kelak. Bahkan yang lebih penting disamping itu, mereka mampu mengembangkan dan memberdayakan manusia, untuk dicetak menjadi seorang yang berkarakter dan bermental baja, agar mereka tidak minder dalam meghadapi masalah dan dapat bersikap layaknya seorang ksatria.

Maka bagaimanapun juga peran seorang guru tidak dapat diremehkan di dalam bidang apapun, baik yang bersifat pendidikan maupun yang lainnya.Tetapi untuk mencari dan menjadi guru yang seperti itu tidaklah semudah membalikkan telapak tangan, melainkan membutuhkan etos dan spirit perjuangan yang luar biasa. Sebagaimana yang telah diungkapkan oleh Friedric Wilhelm Nietzsche, seorang filsuf terkemuka abad postmodern. Dia menuturkan bahwa seorang guru sejati adalah mereka yang tidak memikirkan segala sesuatu, termasuk dirinya sendiri, kecuali muridnya. Dari sini dapat kita tarik kesimpulan bahwa seorang guru yang benar-benar patut dijadikan tauladan adalah mereka yang terfokus pada anak didiknya, demi tercapainya pencerahan. Karena bagaimanapun juga anak didik adalah cikal bakal maju mundurnya sebuah bangsa. Kemana bangsa ini akan diarahkan itu tergantung pada mereka.

Profesionalitas Guru

Namun masalah pelik yang sering kita hadapi selama ini adalah status guru tidak lagi diindahkan oleh pemegang status itu sendiri. Mereka menjadikan eksistensi guru sebagai profesi. Bahkan yang lebih mengerikan lagi, banyak orang menjadi guru hanya sebagai alternatif atau pelampiasan (jalan keluar mencari nafkah) saja. Guru semacam inilah yang berbahaya, karena mereka tidak mampu membentuk karakter dan mencerdaskan anak didiknya, tetapi mereka malah justru cenderung menguras harta negara. Disamping itu, demi terisinya mata pelajaran, sekarang ini dari pihak sekolah sering kali salah kamar dalam menempatkan posisi guru sebagai pemegang mata pelajaran. Hal itu menjadi sebab utama rapuhnya pendidikan bangsa ini, karena kurangnya profesionalitas tenaga pengajar.
Tak dapat dipungkiri, benturan finansial seringkali menjadi masalah ketika para guru ingin mengembangkan aspek pengetahuan mereka. Terlebih aspek pengembangan karir dengan cara menimba ilmu ke jenjang yang lebih tinggi. Akan tetapi, sebagai seorang yang harus lebih pintar dan lebih pandai dari anak didik nya, mau tak mau cara ini harus ditempuh para guru. Dengan kata lain, meningkatkan profesionalisme itu memang harus diiringi dengan sekolah lanjutan setelah memiliki gelar sarjana ke pendidikan. Ikut ambil bagian dalam berbagai kegiatan seminar kependidikan, diskusi dengan pakar-pakar ilmu pengetahuan dan lain sebagainya termasuk cara untuk mencerdaskan diri di samping menuntut ilmu secara formal. Tentu saja kearifan dan kebijaksanaan dalam proses memenej penghasilan sangat dibutuhkan dalam rangka mempersiapkan pendanaan untuk mendapatkan pendidikan kelanjutan. Tidak sedikit para doktor, profesor atau sarjana lanjutan lainnya yang memenej keuangan mereka demikian rupa, sehingga mampu menyelesaikan pendidikan hingga akhirnya benar-benar tampil sebagai seorang pendidik yang memiliki profesi yang dibanggakan.
Setelah itu para guru akan lebih mempunyai peluang dan harapan untuk mendapatkan posisi tawar dalam berbagai aspek, yang akhirnya mendapatkan finansial yang lebih tinggi dari keberadaan mereka semula yang hanya mengandalkan kemampuan mengajar. Dukungan berbagai pihak memang memberikan peluang. Bila diperhatikan undang-undang, perhatian pemerintah yang memberikan dana finansial bagi para guru honor. Saat ini, berbagai peluang yang mengandalkan kemampuan untuk mendapatkan finansial tambahan sudah cukup banyak. Bagi mereka yang mampu menulis, media surat kabar, umumnya memberikan finansial bila tulisan mereka diterbitkan. Lembaga pendidikan kursus juga menunggu para pendidik yang ahli di bidangnya. Sehingga orang-orang yang profesional akan mengandalkan kemampuannya untuk mendapatkan finansial yang berdampak pada kesejahteraan hidup keluarganya.
Ingatlah, kemajuan zaman akan menggiring manusia yang profesional lebih memposisikan diri sesuai ilmu dan kemampuan mereka masing-masing. Jika tidak, semua orang akan tertinggal, terutama para guru.
Anak didik dengan orang tuanya yang mapan akan memilih sekolah dengan tingkat kecerdasan guru yang mereka anggap profesional pula. Lembaga pendidikan akan melakukan hal yang sama, memilih para guru yang profesional, karena finansial yang mereka berikan sama dengan tingkat pengetahuan dan kinerja para guru yang bakal menjadikan siswa mereka cerdas, mampu berkompetisi dan bisa bersaing dengan siswa lainnya dalam dan luar negeri. Jika tidak dari sekarang membenahi diri ke arah yang profesional kapan lagi.
Hari Guru selalu diperingati setiap tanggal 25 November, tapi sadarkah kita, setiap tahun ribuan pengetahuan baru bermunculan yang memerlukan keseriusan para guru untuk membahasnya. Jika guru yang ada tidak mengembangkan diri dengan harapan lebih profesional, apakah mungkin guru mampu mentransfer ilmu pengetahuan yang baru? Cakap, cerdas dan memiliki posisi tawar adalah ciri guru masa depan, yang selalu mengembangkan diri dengan ilmu pengetahuan dan inovasi, yang selalu ingin maju dari peserta didik nya. Anak didik menjadi insinyur, selayaknya guru-guru mereka menjadi doktor atau profesor.

Mengurangi masalah guru

Problem paling vital yang sedang merajalela di kalangan guru sekarang ini adalah kurangnya keseriusan pemerintah dalam menjaga dan melindungi martabat eksistensi guru, baik itu guru tetap, negeri, swasta maupun honor. Sekarang ini eksistensi guru swasta sangat memprihatinkan. Seolah-olah mereka adalah anak tiri yang lagi diterlantarkan oleh pemerintah. Hal tersebut diempiriskan oleh banyaknya sekolah-sekolah swasta yang tidak mampu untuk membiayai guru-gurunya, sehingga yang terjadi adalah berkurangnya kualitas guru, bahkan tidak menutup kemungkinan eksistensi sekolah itu akan berakhir dengan tragis dan memalukan.
Jika keanaktirian itu tidak segera diatasi, dan terus membayang-bayangi, maka yang terjadi adalah tidak layaknya keberlangsungan sebuah yayasan, karena selalu meresahkan masyarakat, dengan jalan menarik iuran sekolah terlalu tinggi, tidak mampu menghargai kinerja guru, dan yang teparah adalah ketidakmampuan memberikan pendidikan yang berkualitas bagi anak didik, dikarenakan kurangnya fasilitas-fasilitas sekolah yang harus dipenuhi.

Kesejahteraan guru dan filsafat pendidikan

Jika kita menginginkan perbal belajar mengajar di suatu kelas berjalan seperti yang kita harapkan, maka kita juga harus memperhatikan berbagai kondisi guru. Berapa pendapatannya, bagaimana kehidupanya, sejahterakah keluarganya, dan masih ada sederetan pertanyaan yang tidak mungkin disebutkan satu persatu. Yang lebih pastinya, keutamaan kesejahteraan guru itu tidak hanya sebagai mutu hidupnya saja, tetapi lebih condong pada kualitas pendidikan yang diajarkan. Karena eksistensi guru sebagai manusia tidak mungkin lepas dari ketergantunganya kepada orang lain. Artinya, keberadaan guru sebagai manusia pasti mempunyai keluarga yang harus dicukupinya. Untuk mencukupinya itu pasti memerlukan sesuatu, termasuk uang. Jika kebutuhan itu sulit untuk dicapainya, maka secara otomatis konsentrasinya dalam belajar akan berkurang, dan hal ini berdampak pada kualitas pengajaranya yang berimbas pada murid.
Disamping kekonsentrasian seorang guru, filsafat pendidikan juga perlu dimilikinya, karena filsafat pendidikan merupakan aplikasi filsafat dalam peniddikan (Kneller, 1991). Masalah-masalah pendidikan tidak hanya cukup berdasarkan pengalaman, tetapi juga membutuhkan masalah-masalah yang lebih luas, lebih dalam, serta lebih kompleks, yang tidak dibatasi pengalaman maupun fakta-fakta pendidikan, dan tidak memungkinkan dapat dijangkau oleh sains pendidikan. Diharuskannya bagi seorang pendidik untuk mengetahui filsafat pendidikan karena tujuan pendidikan senantiasa berhubungan langsung dengan tujuan hidup dan kehidupan individu maupun masyarakat yang menyelenggarakan pendidikan. Tujuan pendidikan perlu dipahami dalam hubungannya dengan tujuan hidup.
Jika ditinjau dari filsafat pendidikan, ada tiga lapangan filsafat, yakni filsafat metafisika, epistemolagi dan aksiologi. Dengan filsafat epistemologi pendidik mengetahui apa yang harus diberikan kepada warga belajar, bagaimana cara memperoleh pengetahuan, dan bagaimana cara menyampaikan pengetahuan tersebut. Dengan filsafat aksiologi pendidik memahami yang harus diperoleh warga belajar tidak hanya kuantitas pendidikan tetapi juga kualitas kehidupan karena pengetahuan tersebut. Hal yang menentukan filsafat pendidikan seorang pendidik adalah seperangkat keyakinan yang dimiliki dan berhubungan kuat dengan perilaku pendidik, yaitu: Keyakinan mengenai pengajaran dan pembelajaran, warga belajar, pengetahuan,dan apa yang perlu diketahui.

sumber : http://situs-pendidikan.com
Baca Selengkapnya...

Arti Guru Bagi Murid, Murid Bagi Guru

Ingatkah kita ketika untuk pertama kalinya berhadapan dengan guru saat pertama kali sekolah, di SD atau TK? Saat itu kita masih seorang bocah kecil mungil, bahkan agak sedikit tambun karena terlalu banyak minum susu supaya pintar kata mamah. Kita saat itu masih belum tahu tentang seluk-beluk kehidupan di sekolah. Kita dituntun oleh ibu atau barangkali ayah, bahkan si bibi pembantu, sopir, tukang kebun (seperti banyak terjadi sekarang), dan dengan hati berdebar kita menyongsong suatu dunia yang baru, yang mungkin kita menghadapinya dengan harap-harap cemas, sekolah!

Banyak anak lain juga dibimbing oleh orang tuanya berkerumun di halaman sekolah, menunggu nasib yang sama dengan kita. Tentu saja kita belum mengenal mereka. Nakal-nakalkah ataukah baik-baik mereka kala itu? Dan Ketika nama kita dipanggil guru, kita menoleh kepada orang tua pembimbing kita. Beliau mengangguk dan tersenyum memberi dorongan. Seakan mengatakan pada kita, "Ayo kamu bisa! Maka dengan malu-malu dan ragu-ragu, kita melangkah menuju guru. Beliau mengulurkan tangannya dengan penuh kasih sayang, tangan yang penuh cinta, tangan yang akan memberikan warna terhadap hidup kita. Beliau menerima kita dengan ramah, sambil mengelus-elus kepala kita kemudian mengajukan beberapa pertanyaan perkenalan kepada kita, "Siapa namamu, umurmu berapa tahun, rumahnya di mana, nama ayahmu siapa, nama ibumu siapa, dst."

Saat itu mungkin ada pula di antara kita yang tidak tahu nama ayah dan ibu, atau menjawab dengan ucapannya yang kurang jelas, saat itu barangkali kita menjawab semampunya. Mungkin saja jawaban kita tidak benar ataupun kurang jelas kedengarannya oleh beliau. Tapi guru tetap tersenyum mengangguk-angguk, entah apa makna anggukannya itu. Mereka tetap memuji kita, "Bagus Nak! Kau anak yang pintar," katanya sembari membimbing kita untuk duduk di bangku kelas sekolah yang baru dimasuki.

Demikianlah gambaran yang masih lekat dalam ingatan penulis, bahkan mungkin ingatan kita semua. Kalau ingat masa itu rasanya tak akan seorang pun lupa akan jasa gurunya. Mereka telah memberikan sentuhan keyakinan bagi siswanya untuk masuk melangkah ke dunia baru. Kalau ingat masa itu, rasanya tak akan seorang pun lupa akan jasa gurunya. Yang telah memberikan sentuhan keyakinan bagi siswanya untuk masuk melangkah ke dunia baru. Dunia yang tak pernah dialami sebelumnya, dunia yang dulu gelap kini terang benderang.

Menerawang masa itu, betapa guru kami seorang hebat dan kepintarannya luar biasa, tak ada rasanya orang yang lebih hebat dan pintar seperti mereka. Dalam benak kita kala itu, guru pasti akan tahu jawabannya untuk pertanyaan apa pun, yang mudah ataupun yang sulit. Kalau ditanya siapa orang yang paling pandai di sekitar lingkungan tempat tinggal, di kampung kita, rasa-rasanya jawabannya, "Gurulah yang paling pintar atau paling bisa, tak ada yang lain." Sebab hampir seratus persen orang tua kami di kampung saat itu buta huruf. Jarang sekali di desa kami yang tahu bahwa ibu kota negara Indonesia adalah Jakarta, atau Provinsi Jawa Barat adalah Bandung, kami tahu itu melalui pelajaran IPS yang diajarkan guru di sekolah. Maklumlah hampir semua warga di desa kami tidak "makan sekolahan", bahkan para orang tua banyak yang masih merasa presiden RI adalah Soekarno padahal sudah Soeharto.

Ya, guru bagi kami waktu itu merupakan sosok ajaib, kok serba banyak tahu, pandai sekali. Bayangkan pertama kali bisa tahu huruf "abcd" angka 1,2,3,4, dst., gurulah yang membimbingnya dengan sabar di kelas kala itu. Guru kami mengajarkan bagaimana merangkai huruf demi huruf menjadi kata dan kata menjadi kalimat sehingga menjadi nama sendiri, nama ayah, ibu, kakak, adik, dsb., dst. Kalau tak masuk sekolah dan diajari guru, mustahil rasanya semua itu bagi kita. Begitu senang dan bangga kalau hari itu bisa menuliskan sesuatu dan bisa membacanya, terlebih kalau guru menyuruh menuliskan dan membacanya di depan kelas. Pulang ke rumah tak sabar ingin segera menunjukkan kebolehan yang diperoleh dari sekolah pada seisi rumah, termasuk kakek dan nenek.

Kini guru kita kala itu ada yang masih aktif bertugas, purnabakti bahkan mungkin pula yang telah wafat. Tapi seperti kata pepatah, guru tetap guru, tak ada bekas guru ataupun bekas murid, yang ada adalah guru saya waktu sekolah di..! Atau murid saya waktu di sekolah anu..! Saat ini kita banyak yang sudah melupakan arti guru sebagai muridnya. Sering kita merasa bisa seperti saat ini bukan karena guru. Bahkan seorang kawan yang telah berhasil menyelesaikan studinya di sebuah universitas terkemuka merasa bahwa orang yang paling berjasa adalah profesor pembimbingnya di universitas, bahkan merasa karena kerja kerasnya sendiri.

Ya, guru memang seringi terlupakan begitu saja seperti tak pernah ada dan memberikan arti dalam kehidupan kita. Mungkin pula ada benarnya apa yang dikatakan Amelia Stanele, seorang guru teladan tahun 2003 dari Sekolah Menengah Blackmon Road, Ohio City. Katanya, "Orang akan selalu melupakan apa yang kita lakukan. Mereka juga akan selalu melupakan apa yang kita katakan. Tetapi mereka tidak akan pernah melupakan apa yang mereka rasakan karena kita."

Lain lagi kata Emiel Hamberlin, guru teladan dari Illinois, "Saya ingin murid-murid saya tahu bahwa saya peduli dengan apa yang mereka lakukan dalam hidup. Saya dan guru-guru lain menanamkan sukses ke dalam pikiran mereka, kemudian mendorong, mengguncang, membujuk, meneriaki, dan bahkan kadang memaksakan sukses ke dalam diri mereka." Lain Stanele dan Hamberlin lain pula Michael B. Kaiser, guru teladan dari Indiana, yang berkata pada muridnya, "Saya peduli pada kalian sebagai seseorang dan akan melakukan apa pun yang saya bisa untuk membantumu meraih sukses, sekarang atau sepuluh tahun kemudian. Kamu adalah murid saya seumur hidup, baik kamu suka atau tidak". Demikian ungkapan para guru teladan di Amerika yang termuat dalam buku yang berjudul Teacher of the Years. Luar biasa para guru ini.

Ya, guru kami, memang hebat sekali, beliau sabar dan tetap menunjukkan dedikasi yang tinggi terhadap profesi dan murid-muridnya. Beliau berkata pada kami, "Kamu harus terus sekolah yang tinggi, bapak/ibu sudah tidak ada lagi kesempatan, umur sudah tua. Harapan kami, kamulah yang bisa meneruskan cita-cita kami." Entah apa cita-cita guru kami itu. Mungkin membuat muridnya menjadi orang yang maju, pintar, bener, jujur dan berhasil dalam kehidupannya di kemudian hari. Ungkapan itulah rasanya yang paling tepat untuk melukiskan perasaan guru pada muridnya, seperti halnya orang tua pada anaknya. Mulia sekali harapan dan cita-cita mereka. Rasanya andaikan saja ada di antara muridnya itu jadi presiden, jenderal, profesor, rektor, gubernur, wali kota, atau apa pun, dan mereka baik-baik semua, mereka akan tersenyum penuh bangga. Tapi tatkala murid-muridnya menjadi penjahat, koruptor, maling, penindas rakyat, beliau akan kembali dan berkata, "Wahai muridku! Aku tak pernah mengajari kalian untuk menjadi orang seperti itu, melainkan jadi orang baik-baik yang berguna bagi kehidupan

Sumber : v roy's site | Google
Baca Selengkapnya...
Your Browser :
Ahmad Rasyid Nawawi Al-Faqih. Didukung oleh Blogger
 
© Copyright 2010 Kemhekpro. All Right Reserved | Powered by Indonesian-Community
Terimakasih Atas Kunjungan Anda ..Jangan Lupa Tinggalkan Komentar !!! | Credit By : Ahmad Rasyid Nawawi Al-Faqih...